Select Menu

Ceramah Agama Islam

Performance

Ust. Yusuf Mansur

Buya Yahya

Kajian Bisnis


Mau mulai dari mana ya? pas tahu akan keluar negeri ya semangat, eh masih banyak banget hal yang ditakutan. salah satunya khawatir akan seperti apa nanti di perbatasan? Padahal beberapa negara selanjutnya yang akan saya lalui gak semodern Singapore, tapi kok Singapore yang jadi kekhawatiran terbesar saya.

Ya begitulah, karena ini pertama kalinya saya akan ke luar negeri. Tapi kenapa kok saya tidak bertanya bagaiman border di tempat lain selain yang di Singapore, seperti di Huay Xai (Lao PDR) - Chiang Khong (Thai). Padahal itu daerah yang gak masih begitu asing atau tidak segemerlap Singapore, mungkin karena uang yang dibawa sedikit, jadi takut diinterogasi dan tidak bisa masuk ke negara itu. nah disini saya mau bercerita mengenai perbatasan yang saya lalui selama perjalanan di tahun 2012 pada bulan Februari dan Juni. hayo kemana aja ya?

1. Singapore
Sampailah saya di Singpore pada malam hari sekitar jam 8pm, dengan menggunakan Air Asia. Bingung setelah keluar dari pesawat, larak-lirik mencari arah keluar dan mundar-mandir mencari di mana saya bisa menginap untuk pertama kalinya di Changi Airport. Ternyata Costumer service-nya ramah sekali, dia menunjukan dimana tempat orang-orang biasanya istirahat. saya menginap di rest area transit.

Pagi harinya saya turun untuk check imigrasi, dokumen telah terisi dengan data dokumen saya. saya mencantumkan nama hostel yang dilihat di sebuah website resminya. Namun itu hanya sebagai formalitas saja, karena isi form tersebut meminta isian dimana kita akan tinggal selama di Singapore. agar meyakinkan print tampilan website hostel tersebut. Berikan pasport dan form yang telah diiisi dan jawab pertanyaan petugas imigrasinya. mengapa mereka selalu bertanya? ya selama dia mengecek kelengkapan kita, dia gak diem,  tanya-tanya dikit menganai maksud dan tujuan kita ke negara tersebut. 

Karena saya orang yang baru pertama kalinya, beberpa pertanyaan diajukan, seperti: dimana kamu akan tinggal?, bawa uang berapa?, boleh liat tiket pulangnya, berapa lama kamu disini?, mau ngapain aja?, dan lain-lain. ya standar saja, pertanyaan itu diajukan untuk dalam mengahadapi petugas, saya bicara tegas dengan intonasi biasa saja dan murah hati/senyum, dengan tutur kata yang baik, dan sikap yang baik, jangan menunjukan gerakan yang mencurigakan, dan tenang menghadapi semua pertanyan.

Jika si petugas meminta beberapa kartu identitas tunjukin aja, saya malah gak dipinta pun suka menujukanya bahwa saya adalah seorang mahasiswa, semua saya tunjukan termasuk ATM jika mereka ingin tahu. KTP dan Kartu Mahasiswa, lumayan ampuh.

Biasanya form yang sebelumnya diberikan ke petugas, akan disobek sebagian dan dikasihkan beserta paspor. diharpakan sobekan itu jangan sampai hilang ya! hal ini baru saya sadari ketika 20 hari kemudian saya balik ke jakarta, ketika itu di terminal Soekarno-Hatta, diperiksa kembali sobekan waktu keluar dari negara RI. untung aku simpan semua benda-benda yang aku dapatkan ketika traveling, jadi aman. padahal paspor sering dibuka, tapi aku sudah pisahkan sobekan itu dan masih ada di tas, meski harus dicari terlebih dahulu.

2. Malaysia

Setelah bermain dan berkeliaran di Singapore selama setengah hari saja, saya melanjutkan perjalanan ke Malaysia. dengan menggunakan bus yang  didapatkan di area Bugis di jalan Lavender. saya lalu berangkat ke Johor Bahru, ada beberapa jeniss bus dan taxi yang tersedia, dalam beberapa menit bus akan selalu ada, mungkin saja sampai malam. Sampailah di perbatasan malaysia dan singapore, negara ini dibatasi oleh laut. kami (saya dan penumpang lain) turun dari bus dan langsung naik ke atas, sebuah gedung modern di mana di dalamnya merupakan tempat pengecekan keluar masuk negara. Kami pun jalan kaki dengan tergesa-gesa, saya memberikan sobekan form yang saya dapat sebelumnya, lalu pasport juga di lihat dan telah dinyatakan keluar dari zona Singapore.

Kembali lagi ke bus, nah tiket yang kita miliki sebelumnya jangan sampai hilang ya! meskipun mobil yang kita tumpangi telah berlalu tapi bus lain masih ada . asalkan kita menggunakan bus dengan nama yang sama, tinggal tunjukan kembali tiketnya dan selesai. naik lagi ke bus, kemudian berjalan sebentar dan turun lagi. saatnya memasuki negara malaysia. disini santai aja, karena beberapa bus berhenti di sini, jadi gak usah terburu-buru seperti sebelumnya ketika keluar Singapore. kemudian mengisi form imigrasi kedatangan di malaysia. sama seperti yang tadi, tulis juga alamat hostel/guesthouse yang akan kita inapi selama di malaysia.  beberapa petugas imigrasi malaysia agak judes, tapi yang  kita lakukan seperti di atas, sopan, tegas, dan gak mencurigakan,  semuanya aman tekendali, jalan keluar dan chekout, sebelum menuruni tangga ada sebuah ruangan yang berisi informasi turistik malaysia, ambil aja. bisa diambil dan gratis.

3. Thailand
Semua yang saya lalui kebanyakn adalah jalur darat, jadi setelah melewati malaysia, saya menuju ke hatyai. Pada saat itu dari melaka malam hari saya membeli tiket ke penang/butterworth, tapi saya tak mendengar suara si supir yang diperdengarkan di mic, akhirnya penang terlewatkan dan berhenti di terminal ujung. masih jauh dengan perbatasan, sehingga harus menggunakan transportasi lain lagi, salah satunya taxi. waktu itu saya bisa share dengan warga thailand yang bisa berbahasa melayu dan akan ke Bangkok. Lumayan jauh juga ternyata dan dipinggir jalan pohon-pohon tinggi semua.

Berhentilah di perbatasan Malaysia, saya check out pagi sekali dan jalan kaki lumayan jauh menuju perbatasa thailand selatan. tapi meski pagi hari perbatasan malay dan thai ini lumayan rame, bahkan sangat rame sekali. kaya teminal. disini saya tak perlu mengisi form, ada seoarang ibu berkerudung yang memberikan jasanya, memang kaya kurang kerjaan tuh orang dan lumayan mahal sekali hanya untuk mengisiin form doang, dan semuanya mungkin di backup ama dia, luamayan loh 2 ringgit, sialan dah. saya pun di panggil-panggil oleh si petugas, saya diajak ke pos dia dan menyuruh saya membayar 10 ringgit, sinting banget, mahal banget, saya bayar aja 8ringgit dengan merengek sedikit. di perbatasan ini uang ringgit dan bath bisa digunakan. memang di perbatasan ini mudah sekali tapi sial mesti bayar. Damn...

Chiang Khong adalah perbatasan utara thai yang menghubungkan laos dan thai, berada antara sungai mekong, saya mengantri di pos keluar dari thai menuju laos, mengantri di pagi hari bersama bule dan yang lainya, setelah itu mendapatkan stelmpel meninggalkan negara tersebut dan udah, gak perlu bayar, posnya lumayan bagus, saya disuruh mengahadap ke kamera terus ketika proses pengecekan keluar negara thailand. kamernaya pun bergeser terus.

Saya ikut paket tour 3D/2N di boat menuju Luang Prabang, Laos. sehingga dari Chiang Mai saya telah bersama beberapa bule yang membeli paket tour yang sama, namun paket tour disini hanya memfasilitasi kita untuk membeli tiket, menyediakan penginapan, paket tour memberikan pelayanan ekstra ketika kita masih berada di thailand, setelah keluar dari batas negara, kita hanya diberikan tiket-tiket tujuan. jadi ketika di perbatasan yang ngurus masuk negara laos ya saya sendiri, tapi untung ada bule lainya, jadi bisa nanya-nanya dan ada temen.

4. Laos
Setelah menyebrangi sungai mekong saya menuju ke pos imigrasi, penduduk lokal, bule, wisatawan asia, bikshu dan lain-lain. ada disini, untuk kita orang indonesia masuk ke laos sudah GRATIS alias tidak bayar lagi atau visa on arrival, kita hanya perlu mengisi form yang umum saja. gak perlu kertas lain, disini juga tidak perlu bayar, dan tidak ditanya apa-apa karena mungkin waktu itu sibuk banget harung melayani banyak pengunjung. apalagi masih pagi, banyak orang-orang local juga membaur, baik itu yang sekolah atau yang bekerja.

Saya lupa nama tempat imigrasi pas saya keluar negara laos menuju vietnam di utara (Namphao Imigration), yang pasti udaranya dingin banget, dan waktu itu masih pagi sekali. saya sampai kedinginan. saya pun gak perlu jawab pertanyaan, karena supir bus yang mengkoordinir semuanya, awalnya kami yang mesti ngantri, tapi karena kelamaan si supir mau tuh bantuin kami.
untuk mendapatkan tiket bus ke vietnam, ketika dari berbagai kota menuju Vientien, beberapa turun di central terminal. naik ojek ke southern bus terminal untuk mendapatkan bus ke Vietnam utara. lumayan jauh juga pindah terminal, tapi ojeknya murah dan bisa ditawar. sebenarnya saya tidak merencanakan ke hanoi, tapi karena perjalanan saya masih tersisa satu mingguan dan tidak mungkin ke 2 kota terakhir, pasti itu akan jenuh banget. saya pilihlah hanoy dan membayar sekitar $21. sempat mengalami mogok di perjalanan, saya juga agak lapar waktu itu. tapi mencoba menyamankan diri. ternyata jalanan menuju vietnam ini meski di pinggir jalan seperti hutan-hutan gersang, tapi bagus jalanya dan gak naik turun.

5. Vietnam
Di utara antara laos dan vietnam (cau treo imigration) itu perbatasan mobil keluar masuk vietnam dan laos, jadi pengecekan sangatlah ketat sekali. kami naik lagi ke bus, lalu kami turun di perbatasan vietnam dan laos ini, saya turun dai mobil dengan membawa tas kecil  selempangan doang yang slalu saya bawa, saya kemudian mengikuti antrian lainya dan menyerahkan pasport, saya mesti membayar 1 USD atau 20rb dong. Ada seorang bule yang terus diperhatikan dan agak lama, karena poto di pasport dan muka dia seperti berbeda, hal ini dikarenakan janggut atau rambut di poto dengan keadaan sekarang, dia disuruh menandatangani sebuah kertas, lalu si pertugas menyamaka tanda tanganya dengan tanda tangan di pasportnya. begitu juga dengan pasportku, si petugas diem aja terus kaya orang dongo, saya deg-degan dong, anjrit itu petugas, bodoh atau gimana, cuma mau nulis tanggal kapan masa habis saya di negara tersebut ampe mikir panjang, sinting, udah gitu gak nyampe sebulan lagi tanggal yang dikasih. diganti ama saya aja deh.. Asli beneran ini petugas imigrasi yang bikin deg-degan. pengecekanya ketat banget. haha saya liat bule-bule yang satu bus membawa ransel mereka dan mengeceknya, ranselnya yang gede-gede itu katanya harus dibawa. saya tak sadar harus bawa ransel, ya sudahlah enak, gak perlu ribet.  semua di check dan petugas-petugasnya ketus banget, ampe barang bawaan semuanya mesti diliat, di bagasi, di atas bus dan di mana-mana. saya nunggunya ampe lama banget.

Saya keluar dari vietnam di kota danang, setelah semalaman kedinginan diluar airport saya akhirnya mau pulang nih, gak ditanya-tanya cuma di stempel keluar aja. dan saya menunggu pesawat untuk balik. baru kali ini saya gaya-gayaan pulang dijemput pesawat. wkwkwkwkwkwkwkwkw
tidak boleh menginap di dalam airport Da Nang City, sehingga saya bingung kudu tidur bagaimana? cuaca dingin banget lagi. akhh  sampai malam-malam ada kegitan aneh, yang sepertinya kedatangan artis, tapi gak ada tuh. Dan paling menjengkelakan di vietnam, kenapa stempelnya dicap terpisah, udah gitu disimpan di halaman terakhir.

6. Malaysia
Kali ini saya turun di Kuala Lumpur, karena memang tujuan dari kota danang untuk air asia, hanyalah ke kuala lumpur, setelah sampar di LCCT, saya mengantri seperti yang lainya, kali ini saya menadapatkan petugas orang india, saya pun menunjukan tiket kepulangan dari singapore ke Indonesia besoknya, dan pertanyaan standar lainya, yang ribet itu, mesti mengeluarkan tiket lagi. biasakan juga file itu disimpan di wadah yang mudah diambil, tanpa diminta sebaiknya tunjukin boarding pass tiket, bookingan hostel, dll. dehk.

Lolos juga, dan memang karena besoknya mesti pulang lewat spore dan memang saya menjawab semua pertanyaan dengan tegas, tapi memang gak usah takut kok, saya yakin kamu lolos-lolos aja. kalo kaga ya meraung-raung aja.

Di Kuala Lumpur saya telah janjian dengan bang Ery Syah, kita bertemu di Malang dan melakukan trip bareng ke Bromo Mountain, memang tidak begitu akrab, tapi dia mau menemani perjalanan singkat saya di Kuala lumpur. Saya menaiki bus dari bandar tasik selatan ke singapore langsung, tiket telah dibelikan oleh bang Ery, harga tiket busnya 45ringgit untuk sampai spore, saya melihat tiket itu berisi keterangan, tiket itu include tiket ke spore seharga 13ringgit, ehk buset mahal banget. untungnya saya berangkat  sore hari dan malam hari sampai ke johor, si supir juga males nganterin kami yang sedikit ke spore, karena bus tujuan itu disatuin dengan tujuan ke johor, akhirnya uang dikembalikan lagi dan kami berhenti di johor. asikk uangku kembali 13ringgit, dan ongkos bus dari johor ke spore hanya 2.8 sing dollar, kurang dari 3sgd kok. Seperti biasa, karena ini malam hari saya mesti cepet-cepet chechk imigrasi, saya pun takut ketinggalan karena bus yaang saya tumpangin agak jarang keluar masuk spore, itu mungkin hanya ada sekali lagi pada malam itu, saya buru-buru sekali.

7. Singapore
Setelah melewati perbatasan Malaysia saya turun lagi dari mobil wah disini saya makin was-was. saya memperhatikan ada orang gendut, makanya saya agak tenang karena mungkin dia berjalan dengan pelan, petugas menanyai saya, saya hanya menunjukan tiket kepulangan, dia memasukan no penerbangan di form, di sobekan yang untuk dia, saya pun diperbolehkan masuk, masuk singapore lewat border ini ketat banget, saya telah membuang silet pas di Bandar Tasik Selatan, padahal sebelumnya lolos check di airport danang, saya membawa sebuah silet. saya mesti membuka semua benda yang saya bwa kecuali pakaian di border ini, dan agak ribet, dimalam hari seperti ini saya mesti ribet dengan pengecekan tersebut. Saya telah sampai di changi airport pagi hari, setelah semaleman saya tinggal di mc donal bugis. dan besoknya saya akan balik ke rumah lagi.

***

Perjalanan kedua di ASEAN

8. Hociminh city, Tanh Son Nath Imigration (airport)
Asli ini petugas terjudes sedunia yang saya temui, mulut manyun, mata sipit, tatapan sinis dan gak pernah menjawab pertanyaan. pas awal datang banyak yang ngantri, kalo antrian panjang, ditunjuk tegas dan disuruh pindah ke antrian yang lowong, sempat ditanya tapi aman. Pas pulangnya masih sama, petugas judes, gak ada senyum sedikit pun. padahal ada istilah "bahasa mah teu meuli iyeh/senyum mah gak beli ini".

9. Hocimin - Kamboja
Dari hocimin bisa ke kota-kota terkenal di kamboja, seperti phnom phen atau siem riep. dari hocimin ada bus tengah malam yang mengantarkan ke phnom phen, begitupun dari phnom phen ada beberapa agen bus yang melayani antar negara di tengah malam, bus nyaman dan aman sekali, anda akan sampai pada pagi hari di perbatasan Moc bai vietnam dan kamboja (masih tanda tanya nama perbatasanya, gak kebaca di paspor). keluar vietnam mudah dan gampang, masuk ke kamboja pun sama gampang banget, kedua tangan akan di scan, dan tidak ada pertanyaan sama sekali. namun ketika dari kamboja memasuki vietnam dari border manapun bakal ketat banget, diperriksa sampai ke lorong-lorong bus kita, bahkan semua ransel harus di gendong dan dikeluarkan, ada anjing pelacak juga.

10. POIPET KAMBODIA (parah)
Kalau kalian menggunakan bus dari bangkok langsung ke siem riep aman lah ya, apalagi membeli tiket itu di travel agent, pasti seluruh penumpang adalah orang yang membeli tiketnya di travel agent, jadi lebih enak beli tiket bus di travel agent saja.
Jangan khawatir, soalnya gak bertele-tele sih imigrasi di asean mah, gampang masuk-masuk aja.

keluar kamboja lewat imigrasi ini tidak ada kendala berarti, karena saya waktu itu beli tiket bus pagi dari travel agent yang ada di hostel tempat saya menginap 'backpacker hostel' tiket dari siem riep ke bangkok seharga $9, naik bus dan diganti ke minivan yang bagus banget dan tiba di bangkok sore hari, beruntung dapat kamar di rainbow hostel, Bangkok seharga 150 Bath.

11. Aranyapratet - Poipet
Jam 1 kereta dari bangkok berangkat ke aranyaprathet, kota perbatasan thai dengan kamboja. saya gak bisa nyebutnya, kadang si petugas marah kalau saya salah sebut ketika membeli tiket. dengan tiket seharga 48bath saya meluncur hingga magribh. ada dua jam keberangkatan yakni jam 5 pagi dan jam 1 siang. saya terpaksa pilih yang jam 1 karena ketika saya tiba di bangkok dari Chiang mai sudah menjelang siang hari dan masih banyak bule kok pake kereta. ketika memutuskan untuk ke Kamboja dan memilih kereta jam 1, banyak pertimbangan mengenai risiko yang akan saya hadapi, berdasarkan cerita-cerita bahwa poipet itu memberikan banyak pengalaman bagi orang lain yang sedikit negatif. tapi saya memilihnya dan bule-bule juga lumayan banyak.

Menjelang sore dan akan sampai di statsiun akhir ada penyisiran penumpang dimaksudkan untuk mengkarantina warga kamboja, saya menjadi salah satunya yang ditarik oleh petugas ke gerbong belakang. telah terkumpul beberapa orang yang diseret petugas dan dibatasi tambang agar tidak keluar.

Saya tak terima dan beberapa kali minta petugas mendengarkan, tapi mereka tetap acuh, kemudian saya tunjukan paspor dan mengatakan bahwa saya ini turis. mereka pun melepaskan, meski mereka petugas, tidak boleh lah seperti itu, kulipat muka dan tampang jutek pada mereka.

Sesampainya di statsiun aranyapratet, tukang tuk-tuk nawarin tapi mahal, saya pilih ojek dan sepakat dengan harga 50 bath, ibu-ibu gendut yang tak bisa berbahasa inggris dan bingung jawab pertanyaan, mengantar saya.

Tapi tiba-tiba ko si ibu nyebrang jalan dan berhenti di sebuah agen travel yang tak seperti agen travel lainya dengan ramainya aneka gambar khas travel agent. di dalamnya ada bendera kamboja dan dua meja, saya turun dan bingung, ada apa ini? apakah ini imigrasinya? lalu tembus kemana? ini kah ruangan? saya dimintai paspor dan dia mengisi form, kami berbincang, dia mengisi lamban sekali. tanya tujuanku, dari mana, apa pekerjaanku, dan pada akhirnya dia meminta bayar 200bath untuk itu! hah. saya langsung syok dan bilang "why, where the imigration?" dia terus mendesak saya, menawarkan bus seharga $20 untuk ke phnom phen karena dia tanya tujuanku berikutnya, penginapan, pokonya gayanya menjijikan banget dehk, saya pun bilang "I am student, I just wanna go home, I dont have much money again, ok I will back to thailand" dia memberitahu saya "silahkan menginap, di sana mahal karena harus tidur di kasino, saya punya bus ke phnom phen", ahk pokonya saya udah gawat dalam hati berpikir aja, "gue mesti acting ini mah" hah air mata buaya gue berkaca-kaca di depanya dan tertetes, lalu dia memberikan paspor dengan tidak hormat dan menyuruh saya pergi. si ibu-ibu tidak berhati ibu-ibu ini cuma liat di kursi tamu yang kaya pelastik sambil balik ke arah saya dan dia bingung ketika saya akan pergi, lalu dia bersiap ke motor dan membawa saya ke perbatasan. mukanya setengah bingung seolah gak tahu atau ketakutan. sepanjang jalan saya hanya bilang "I just wanna go home u know". turun dan bayar, tetep ya saya mah mau berterima kasih atas iklan yang gila itu.

Masuk border thai untuk checkout keluar. si petugas bisa bahasa melayu, saya mau lapor ada warganya yang gila ehk gak ditanggepin. padahal si petugas sempet ngajakin ngobrol dengan bahasa melayu yang dia kuasai.

Lumayan jauh dari thai border namun sebenarnya tinggal lurus saja. karena perbatasan ini udah kaya pasar saya takut saya masuk ke kamboja tanpa stempel makanya beberapa kali nanya, seperti ke satpam hotel yang tak bisa bahasa inggris dan bengong bego banget, shit. terus ke aki-aki satpam di turis information malah nawarin jasa dan minta 200bath lagi buat stempel. saya tak mau, tapi dia menunjukan dengan judes, dia memegang form imigrasi juga.

Saya antri lagi untuk di cek masuk Kamboja, terus ada tukang ojek nawarin, dan kami sepakat 20bath ke terminal. "ok, wait me!" celingak-celinguk, wahk saya curiga nih sama ni orang. ada temenya juga di pintu keluar, saya makin curiga saja nih. tidak di scan tangan dan beres masuk kamboja. si tukang tadi memapah saya ke kendaraanya, temenya yang tadi jalan cepat mendahului kami.

"who is he, why he is following me, sorry I can not go with you, I can call the police" dia beralasan temenya itu ayahnya, pokonya saya ngotot hingga saya sampai di depan tuk-tuknya. di belakang saya ada pos polisi segede wece satu pintu gelap lagi. saya terus bersitegang, ada tukang ojek sebenarnya yang menghela saya, tapi tak enak sudah setuju dengan tawaranya tadi, akhirnya dia mau dan hanya tukang tuk tuk yang dia bilang ayahnya yang mengantarkan saya, jadi sebenrrnya siapa yang dapat untung, jelas dia yang nawarin ke saya, malah yang dibilang ayahnya yang nganterin.

Tuk-tuk berhenti di pangkalan bus sebelah kiri, tapi sepanjang jalan saya tak tenang melihat kanan kiri dan terlihat ada bus besar yang banyak saya temui mangkal, saya bayar dan berterima kasih lalu saya nyebrang dan jalan ngos-ngosan, ada meja tukang jualan tiket, saya tanya dan harganya $13, saya minta izin untuk melihat harga yang lain.

Pas saya jalan si tukang tuk tuk sudah berdiri dengan satu orang lainya entah siapa, saya teringat itukan tukang tuk-tuk, lalu saya menoleh sinis dan dia mengolok-ngolok saya dengan menelelkan lidahnya, si tukang calo terus membuntuti saya dan bilang ini itu segala macem di malam hari kaya gini, jreng saya ke pangkalan bus virak buntam dan harganya lebih murah yaitu $8, sinting ya tuh orang, kami bersiteru di agen bus yang tadi ditanyai tentang harganya dan saya hampir menangis lagi (berakting ya).si tukang tuk tuk dan penjual tiket yang tadi ditanyai masih terus di depan agen bus virak, saya kesal dan menceritakan kepada karyawan itu, "tuh masih ada orang yang membuntuti saya" kami terus bersiteru dan saya bilang ke si tukang calo "saya cuma pengen balik, kenapa kalian kejam, ini criminal, kalian masih asean dan kita keluarga, kenapa kalian kaya gini" dia cuma bilang apa coba "whatever" saya udah pura-pura melamun dan membelakangi dia, karyawan disitu pada bengong, namun si bapa penjual tiket bus virak buntam juga sedikit bicara dan akhirnya ngurusin tiket saya dan saya dapat tiketnya yang jam 9 malam karena sudah full yang jam 8. saya duduk manis dan ngecharge ada wifi gratis, upload video singkat saya nyeritain itu semua. saya bisa berlega setelah naik mobil dan disamping saya ibu-ibu, ahkk tenang meski saya tak tenang badan saya agak bau tidak enak nih,, hemmm tapi tak menyengat, cuman saya kok di kamboja serasa bau lumpur terus ya.. pagi hari saya tiba sehat walapiat tidak kehilangan apapun.. tidak direkomendasikan jalan malam di poipet traveling sendiri kecuali barengan dengan grup, atau pilih kereta pagi dan siang hari cek border, tapi kejahatan kapan aja bisa, karena jahat itu tergantung otak manusianya. emang udah jahat ya jahat.

Tapi jangan kapok jadikan itu pelajaran yang ya belum terlalu kejam lah buat saya, masih Asean mah masih aman, coba ke negara lain yang lebih parah... hmmmmmm menarik kali ya.. Dan kesel dengan muka2 tuhkk orang.. heheheheh :D Semangat travelingnya, seru dan menegangkan justru adanya kaya gitu, tenang aja travelingku aman-aman sentosa, meski tidak punya kartu kredit dan selalu bawa uang cash. Semoga tips menghadapi petugas border Asean ini bermanfaat.. Daaahh...
- - -
Sepuluh Kuliner Jalanan Khas Yogyakarta (Bag.1)
Oleh: @Zavitto

Kuliner Khas Yogya – Berkunjung ke Yogyakarta sepertinya tidak lengkap tanpa mencoba jajanan atau kuliner khas Yogyakarta. Kota Yogyakarta dikenal dengan banyaknya jajanan sepanjang jalan. Ada beberapa yang khas dari Yogyakarta dan sebagian lain adalah kreasi dari kreativitas pedagang makanan dan cukup sukses menjadi makanan khas Yogyakarta. Berikut ini jajanan favorit saya yang sebagian merupakan makanan lesehan dan sebagian juga disediakan di restoran.

Gudeg Basah
 1. Gudeg Jogja

Gudeg merupakan makanan khas paling terkenal di Yogyakarta. Sebagian besar dari gudeg disediakan untuk makan malam dengan jam buka mulai pukul 09.00 ketika toko toko tutup. Kenapa? karena gudeg-gudeg yang cukup ramai dijual di trotoar di depan pertokoan atau lokasi-lokasi pusat keramaian.

Gudeg yang dijual pada malam hari adalah gudeg basah. Gudeg ini berkuah dan tidak tahan lama, tidak seperti gudeg kering/kendil yang dijual sepanjang hari. Gudeg yang dijual di malam hari cenderung tidak terlalu manis dan harganya pun lebih murah.

Beberapa lokasi gudeg basah favorit saya adalah:

  • Gudeg Permata, Jalan Kusumanegara Yogyakarta
  • Gudeg Mbak Sasha, Depan Mirota Gejayan, Jalan Affandi Yogyakarta
  • Gudeg Pawon, Jl. Dr.Soepomo/Janturan (Gudeg ini unik, mereka menjual gudeg ini di dapur mereka langsung (pawon), pengunjung boleh bebas makan di seluruh bagian rumah, bahkan di dapur sekalipun)
  • Gudeg Bromo (Bu Thekluk), Jl. Affandi, depan Visitel Yogyakarta
  • Gudeg Sagem, utara SMU N 1 Yogyakarta
  • Gudeg Batas Kota, Jl. Urip Sumoharjo (dekat XXI)
  • Gudeg Tugu, Jl. Sultan Agung (barat Tugu)
2. Oseng-oseng Mercon
 
Oseng-oseng Mercon

Bagi penggemar pedas, kuliner jalanan khas Yogyakarta ini tidak boleh dilewatkan. Tumis tetelan sapi yang lezat dimasak dengan cabai rawit hingga menimbulkan aroma kuat. Seporsi nasi panas dan oseng-oseng mercon dijual dengan harga 13.000 rupiah. Oseng-oseng ini dijual oleh beberapa warung di sepanjang Jl. KH A.Dahlan. Untuk yang paling enak dan asli menurut saya adalah oseng-oseng mercon Bu Narti yang berlokasi di depan gule kepala ikan Mas Agus (sebelah kiri jalan masuk ke SMA Muhammadiyah Lima)

3. Angkringan
Macam-macam sate di angkringan

Angkringan adalah makanan yang menjamur di banyak tempat di Yogyakarta. Murahnya makanan yang dijajakan di Angkringan membuat tempat makan yang berbentuk gerobak dorong seperti kakilima ini sangat populer. Di Yogya, nasi kucing (Sego kucing) khas angkringan dijual hanya dengan harga 1000 – 2000 rupiah saja lengkap dengan dua macam pilihan lauk standar yaitu tumis tempe buncis atau sambal teri. Makanan penyertanya seperti usus, sate jerohan ayam, sate telur puyuh juga dijual dengan harga 1000 – 3000 rupiah saja per tusuknya. Jangan lupa gorengan dan tahu bacem, semua dapat dipanaskan kembali di tungku yang digunakan untuk merebus teh, kopi dan jahe.

Beberapa spot angkringan yang cukup ramai di Yogya adalah:
  • Angkringan utara stasiun tugu. Beberapa penjual angkringan berjejer disana dengan tempat makan lesehan di trotoar jalan.Yang terkenal disini adalah kopi jos Lek Man dimana arang bara yang menyala dicelupkan di kopi tubruk sehingga terdengar bunyi jos di gelas
  • Angkringan Nganggo Suwe di pertigaan jalan Pramuka dan Jalan Mondokaran Kotagede. Angkringan ini menjual relatif lebih lengkap makanan di salah satu space bangunan di pertigaan jalan. Yang khas disana adalah sate keong, nasi bakar, oseng keong, es asem, es jahe dan macam-macam baceman yang lezat.
  • Angkringan di Jalan Dewa Nyoman Oka, Kotabaru. Beberapa angkringan berjajar disana dengan banyak sekali kaum muda bersantai sambil melihat pemandangan lembah code di malam hari.
  • Angkringan depan kolam renang UNY. Di angkringan ini harga relatif lebih murah dengan makanan yang lebih bermutu. Sekitar pukul 8 malam akan ditemui banyak sekali motor dan mobil berjajar untuk jajan di angkringan ini.
  • Angkringan depan Kantor Kedaulatan Rakyat Mangkubumi Yogyakarta. Angkringan ini menjual suasana dengan harga yang relatif lebih mahal. Namun makanan yang disediakan disini lebih bervariasi.


4.  Gule Kepala Ikan Mas Agus
Gule Kepala Ikan
Pernah makan gule kepala kakap di warung nasi padang? Nah, versi lebih murahnya ada di Gule kepala Ikan Mas Agus. Walaupun mereka tidak menggunakan kepala ikan Kakap dan menggantinya dengan Ikan Nila, namun kelezatan gule dan tom yam kepala ikan ini tidak kalah dengan masakan padang. Gule dan tomyam kepala ini berlokasi di jalan KH.A Dahlan (barat kilometer 0 Yogyakarta). Bagi yang tidak suka kepala, masih ada menu lain seperti dagu ikan goreng, ayam dan lain sebagainya.

5. Soto Ayam Pak Gareng
Soto Ayam Pak Gareng, jangan lupa tambahkan Sate Telur Puyuh dan Perkedel Lenthuk 
 
Soto ayam memang ada di mana-mana, tetapi perpaduan rasa yang khas dan suasana Yogya yang lengang di pagi hari ada di Soto ayam pak gareng. Soto ini letaknya di depan Stasiun Tugu Yogyakarta. Dengan Rp. 6000, semangkuk soto ayam kampung dapat dinikmati. Coba tambahkan sate ayam, sate jerohan maupun pesanan khusus sayap, kepala atau paha ayam kampung dan ciri khasnya: Lenthuk, perkedel ubi yang khas. Soto ini hanya buka mulai pukul 06.00 pagi hingga habis, yaitu sekitar pukul 11 siang.


Bersambung...
- - - -


Dari semua penghuni rumah, hanya saya yang bisa dibilang sama sekali buta kota Semarang, apalagi jalur angkutan umum di sana. Nol besar. Walhasil, karena kota tujuan pertama Semarang, malam itu saya mendapatkan kursus kilat tentang kota Semarang dan bagaimana cara berpindah dari satu titik ke titik lain di sana dari ayah saya. Maka dengan berbekal peta oret-oretan tangan ayah, pagi itu saya dan teman saya (yang sama-sama buta Semarang) memulai perjalanan.

Keluhan saya tentang perjalanan panjang ini berawal terlalu dini, di bis antar kota yang membawa saya ke Teminal Terboyo Semarang. Bisnya luar biasa penuh Saudara-Saudara! Tidak kurang dari 25 kilometer saya berdiri mendekap tas kamera sambil merutuki diri sendiri,yang begitu tololnya mencari susah. Separuh merutuk setengah bersyukur tepatnya. Toh buat saya yang notabenenya seorang turis gembel ini hanya sesekali saja naik kendaraan umum di Indonesia. Hanya sesekali terhimpit jepitan ketiak basah di tengah-tengah bis kota yang gerah. Sementara saya percaya, 90% dari penumpang bis tersebut, menjalani hal yang sama setiap harinya, tanpa pilihan.

Setelah mengkompromikan tujuan kami selama di Semarang, kami sepakat untuk mengunjungi kota Semarang lama,

dengan pertimbangan bahwa kota lama merupakan destinasi paling dekat dengan terminal antar kota Terboyo. Tips orang lokal, turun saja di pertigaan lampu merah sebelum masuk terminal. Itu akan menghemat waktu ngetem angkot yang hanya sopir angkot dan Tuhan yang tahu. Dari Terboyo kami naik bis tanggung jurusan Mangkang. Bisa naik bis apa saja yang mengarah ke pasar Johar. Masih tidak yakin? Tanya ke kondektur saja lah apakah itu bis menuju Gereja Blenduk.
Gereja bernama asli GIBP Immanuel ini merupakan salah satu maskot di kota lama dan sayangnya, satu-satunya maskot yang sempat kami kunjungi. Selain gereja ini, di kota lama kita bisa juga mengujungi stasiun Tawang dan polder air besar tepat di depannya. Tak lama kami di sini, kombinasi terik dan ransel di punggung hanya membawa kami berkeliling beberapa kompleks rumah-rumah kuno yang sayangnya jauh dari kata terawat. Hanya beberapa bangunan yang tampak tampil cantik, sisanya lebih berupa bangunan terabaikan dengan dinding mengelupas dan ditumbuhi semak belukar. Di beberapa sudut bahkan ada bangunan yang tergantikan dengan bangunan baru terlihat dari gaya arsitekturnya yang lebih masa kini. Sayang.

Dari kota lama, kami bertolak ke Museum Ronggowarsito di Kalibanteng dengan bis yang sama, jurusan Mangkang. Mendengar KaliBanteng, tidak ada selintas ingatan apapun di otak saya. Kosong. Entah di ujung Semarang bagian mana. Alhasil selama di bis kami berdua berkali bertanya pada kondektur “Kalibanteng masih jauh Mas?”. Ketika turun di Kalibanteng, dengan petunjuk mas kondektur tentu saja, seketika cengiran muncul di ujung bibir saya. Familier, ini kan simpang yang saya lewati hampir setiap 2-3 bulan sekali? Yap, ujung salah satu simpang itu adalah bandara Ahmad Yani. Museum? Ada apa di sana? Hmm, coba check saja ke sini. Saya cukup dodol untuk urusan mendeskripsikan sesuatu. Jangan terkecoh, museum ini meskipun terlihat kecil di luar, ternyata cukup sangat luas di dalamnya. Sediakan sekitar 1 – 1.5 jam untuk menuntaskan semua ruangan di sana.


Selepas lelah berkeliling dan mengisi tenaga di salah satu warung makan di dekat museum, kami menunggu bus jurusan Mangkang (lagi) yang akan membawa kami ke Klenteng Sam Pho Khong. Lebih dari tiga puluh menit kami menunggu. Luar biasa memang. Tapi apa boleh buat, karena itu satu-satunya jalur transport yang kami tahu. Ada pilihan lain dengan taksi sebetulnya, tapi seperti biasa ego kami jauh lebih mahal dari ongkos taksi *benerin kerah baju*.

Klenteng yang berada di daerah Gedung Batu ini konon merupakan persinggahan Laksamana Zheng He (Cheng Ho), seorang pelaut muslim dari Tiongkok. Sebuah patung besar sang Laksamana yang baru saja diresmikan tahun ini tampak berdiri menjulang di salah satu sudut halaman. Menempati area yang cukup luas, kuil utama terdiri dari 3 bangunan yang didominasi warna merah. Di belakang bangunan-bangunan tersebut ada semacam dinding pagar yang berpahatkan relief. Sayangnya, karena saya bahkan tidak masuk ke area gedung utama, saya tidak bisa melihat bercerita tentang apa relief tersebut. Untuk memasuki area gedung utama, kita diharuskan kembali membayar sekitar Rp 20,000. Mungkin kebijakan itu selain untuk pengumpulan dana untuk kuil, juga dimaksudkan agar tidak terlalu banyak pengunjung yang memasuki area utama, karena bagaimanapun juga itu adalah tempat ibadah. Namun tak urung juga itu membuat kami sedikit kecewa. Saya pribadi beberapa kali berkunjung ke kuil/vihara  terbesar di Singapore, gratis. Karena memang kuil di sana terbuka untuk umum, kecuali beberapa ruangan yang digunakan untuk sembahyang tidak boleh dimasuki pengunjung. Beberapa kali kunjungan saya bertepatan dengan waktu sembahyang, yang tetap berjalan khusyuk meskipun tampak banyak wisatawan yang berkeliling mengambil foto. Tentu saja ada beberapa edukasi atau petunjuk yang harus dipatuhi para turis seperti kami, misalnya untuk tidak membuat kegaduhan  tidak mengganggu jalannya ibadah dan tidak menyalakan flash kamera. Yah, mungkin kita memang masih harus menunggu lama untuk tempat wisata gratis di negara sendiri.

Selesai menunggu matahari sedikit merendah di belakang kuil, agar kami bisa mengambil foto tanpa backlight tentu saja, kami segera beranjak ke tujuan berikutnya, Masjid Agung Jawa Tengah. Ayah saya yang kebetulan menanyakan rute kami (ok, saya mengaku saja, Ayah saya SMS hampir tiap hari untuk tahu posisi saya saat itu), berdecak heran. Itu kenapa rute kami dari ujung timur utara ke ujung barat selatan balik lagi ke ujung timur? Sabar..sabar..sebelum ikut menghakimi juga, itu rute memang disengaja agar lebih berhemat ongkos angkot. Seperti kebanyakan angkot di kota-kota di Indonesia, di Semarang juga menerapkan system jauh dekat sama saja. Maka dari itu, kami sebisa mungkin mengusahakan untuk menggunakan satu rute saja untuk berpindah dari tempat satu ke tempat lain (lumayan cyn, 4000 perak setiap kali ngangkot). Sayangnya, dari Gedung Batu ke Masjid Agung, kami harus 2 kali ganti angkot. Entah karena memang tidak ada bis langsung (seperti yang sopir angkot bilang ke kami) atau kami saja yang kurang sabar menunggu bis arah Penggaron. Walhasil dari Gedung Batu kami turun di Karang Ayu untuk kemudian ganti angkot kuning nomer 8 ke Nggajah, perempatan menuju masjid.


Kurang dari 5 jam berkeliling Semarang ditambah bekal peta coretan tangan Ayah saya, membuat saya cukup tahu secara garis besar arah di kota ini. Saya tahu persis, kalau Nggajah itu dari  Tugu Muda lurus ke timur saja, tidak pakai belok. Itu mengapa kami seketika saling pandang paranoid ketika angkot yang kami naiki belok kiri tak jauh setelah Simpang Lima. Seorang penumpang yang melihat kami kasak-kusuk sambil mengamati nama jalan kemudian bertanya hendak ke mana kami. Dan menjelaskan bahwa rute angkot ini memang memutar, sedangkan Nggajah masih cukup jauh. Dia juga yang menunjukkan ke kami arah ke Masjid Agung selepas turun di perempatan Nggajah. (Suwun Mbak, yah begitulah, tidak semua orang yang naik angkot itu orang lokal).

Oh ya, tips untuk Anda yang berniat ke Masjid Agung Jawa Tengah ini. Jangan datang terlalu sore. Setelah jam 4 saja, tidak lagi ada bis yang mengarah ke sana. Taksi adalah salah satu pilihan, meskipun tidak banyak yang lewat, apalagi jika berombongan banyak. Dan garis bawah, jangan mencoba jalan kaki dari perempatan Nggajah ke Masjid Agung. Percayalah, bahkan saya yang hobi jalan kaki menyebut itu jauh (dah mulai nyeret ransel setelah setengah jalan). Salah satu opsi lagi adalah naik becak. Cukup dengan 10 ribu rupiah saja per becak dan silakan menikmati semprawutnya jalanan dari atas besak. Jalan Pak…

Masjid ini memang tidak main-main besarnya. Dan tidak main-main juga cantiknya. Bonus untuk saya yang datang menjelang senja adalah mengabadikan matahari hampir tenggelam berlatar depan menara-menara anggun. Untuk ukuran Indonesia dan untuk ukuran tempat umum yang dikunjungi banyak orang, tidak hanya untuk beribadah, saya merasa masjid ini cukup sangat bersih sekali, termasuk bagian toilet dan pelataran outdoornya. Tidak terasa sedikitpun debu meskipun terletak di bagian luar masjid, tanpa atap pula. Salut lah.


Karena menyempatkan Magrib di sana, kami baru melenggang keluar sekitar pukul 7. Kembali berbecak tentu saja kemudian dilanjutkan bis menuju Tugu Muda. Dengan pertimbangan waktu yang mepet, kami terpaksa menolak tawaran mas tukang becak untuk mengantar kami berbecak ke Tugu Muda (nyang bener aja Mas…situ mungkin belum gempor, kami yang tepos kelamaan duduk).

Tujuan kami di Tugu Muda sebenarnya adalah Lawang Sewu. Gedung bersejarah peninggalan colonial Belanda yang berlokasi tepat di pojokan Tugu Muda ini berarti “pintu seribu”. Benar atau tidaknya, entahlah, saya tidak punya waktu untuk menghitung. Sekali lagi kami harus merogoh dompet yang kian tipis untuk masuk komplek Lawang Sewu sebesar Rp 10.000 tiap orang. Ditambah lagi Rp 30.000 untuk guide yang langsung saya tolak. Oh, saya tidak keberatan dengan karcis masuk 10 ribu tadi, karena jujur setelah masuk gedung Lawang Sewu itu di luar ekspektasi saya sebelumnya. Saya tadinya hanya berharap gedung tua dengan dinding terkelupas dan lorong remang-remang. Ternyata, sudah banyak renovasi  di sana-sini. Lawang Sewu sekarang tampil cantik, bahkan sampai toilet terpisah di bagian belakang pun enak untuk dikunjungi. Bahkan ada sebuah bangunan terpisah yang diperuntukkan sebagai museum yang mengabadikan segala pernak-pernik renovasi  dan itu ber-AC *ga pengen keluar ruangan*. Lawang Sewu menjadi pungkasan kunjungan kami di kota Semarang hari itu. Dan karena kami ingin lebih berinteraksi kebudayaan setempat, malam itu kami memutuskan tidak menginap di hotel *ngomong wae ngirit Mbak*.


Sebuah taksi, yang akhirnya berhenti sebelum saya memutuskan untuk berlari ke tengah jalan karena putus asa nunggu taksi, membawa kami mengarah ke Tembalang, sebuah kawasan kampus di mana seseorang sudah saya paksa untuk membersihkan kamar kosnya demi menerima kedatangan dua orang backpacker kere. *Sambil tertawa sadis ala seorang kakak yang menyiksa adiknya* [Queenerva]
- - - -
Oleh: @MF_Abdullah

 
Hari kedua di kota Melaka ane melangkahkan kaki untuk menyusuri Stadthuys dan beberapa bangunan bersejarah lainya sekaligus menyusuri Sungai Melaka. Banyak sekali objek / tempat wisata yang bisa kita kunjungi di sekitar sini, karena kota Melaka merupakan Kota Sejarah yang terdaftar dalam UNESCO World Heritage Site sejak 7 Juli tahun 2008 silam. Adapun bangunan sejarah yang ada antara lain:

1. Stadthuys – Bangunan Merah
Komplek ini terletak di tengah kota Melaka dan menjadi tempat pemberhetian bus ane tadi malam, sebagian besar bangunan disini berwarna merah, makanya masyarakat setempat mengenalnya dengan sebutan Bangunan Merah. Dulunya komplek ini merupakan sebuah tempat pemerintahan Gubernur Belanda, kemudian pernah dijadikan sekolah dan sekarang menjadi Museum Sejarah dan Etnografi, Galeri Laksamana Cheng Ho, Museum Sastera, Museum Pemerintahan Demokrasi, dan Museum Yang Di-Pertua Negeri Melaka. Komplek ini adalah bangunan Belanda tertua se Asia Tenggara yang masih difungsikan hingga sekarang.

2. Christ Church Melaka
Gereja ini merupakan gereja Protestan tertua yang ada di Negara Malaysia, dibangun sejak 1741 dan selesai pada 1753, dan masih digunakan oleh warga Melaka yang beragama Protestan hingga kini.
Bekat bantuan turis yang ada di lokasi, 
akhirnya bisa Narsis di depan Christ Church.. hehe :D  
#NasibSingleBackpacker
3. Air Mancur Queen Victoria 
Masih di lokasi yang sama, disini juga terdapat salah satu icon kota Melaka, yakni Air Mancur Queen Victoria, yang dibangun pada tahun 1904 M.
Air Mancur Queen Victoria

Bagi para turis/pelancong yang ingin berkeliling di komplek ini juga disdiakan becak hias dengan berbagai macam aneka rupa, bentuk dan warna serta diiringi dengan musik yang mungkin bisa kita request lagu apa yang ingin didengarkan, he :D tentunya dengan membayar beberapa ringgit. Berhubung ane bertekad untuk jalan kaki supaya bisa membakar lemak dan kalori, jadi tidak tergoda untuk mencobanya.. he :D #ModusHemat
4. Sungai Melaka
Yang menjadikan kota ini bertambah eksotis (cieee... serem buagaet istilahnya.. he :D) adalah kehadiran Sungai Melaka yang berada ditengah kota dengan pemandangan bangunan-bangunan tua yang tetap berdiri kokoh dan megah di sepanjang tepian sungai.. Subhanallah...
Sebelum melanjutkan perjalanan istirahat di tepian Sungai Melaka di bawah pohon rindang, sambil tetap waspada agar kejadian tadi malam tidak terulang, apa itu ? baca ceritanya di Welcome to Melaka World Heritage City he :D
5. Benteng Tepi Sungai Melaka 
Bangunan ini terletak di tepi sungai Melaka dan tak jauh dari pusat informasi wisata Kota Melaka. 


6. Kincir Air Kesultanan Melaka Hanya bebeapa langkah dari Benteng Melaka, kita juga bisa melihat sebuah kincir air raksasa, yakni Kincir Air Kesultanan Melaka.

7. Muzium Samudera
Sebuah museum yang dibangun di tepi sungai melaka berbentuk kapal Flor De La Mar, sobat catatan tau apa itu Flor De La Mar ? Gak tau ? Oke ane kasi tau sekrang, berdasarkan hasil kunsultasi dengan Prof. Google, kapal ini dalam bahasa inggris dikenal dengan Flower of the Sea (Bunga Laut) yakni sebuah kapal portugis yang di bangun pada Tahun 1502 dan berlayar mengarungi Samudra Hindia ke beberapa wilayah Asia, namun sayangnya umur kapal ini tidak berlangsung lama, karena karam dan tengelam pada tahun 1511 (9 tahun) di Selat Melaka setelah melakukan ekspansi di Negri tersebut. (Nah..... begitu sob kira2 ceritanya... hehehe :D) 
Muzium Samudera tampak dari belakang
8. Dan lain-Lain 
Masih banyak sebenarnya tempat wiasata yang ada di Melaka yang belum sempat ane kunjungi, antara lain: Galeri Cheng Ho saat itu sedang direnovasi, St Peter’s Church, St Paul’s Church, A Famosa, Melaka Sultanate Palace (Cultural Museum), Jonker Street, Menara Taming Sari dan masih banyak lagi tempat wisata lainya,  Insyaallah akan ane kunjungi ketika kembali ke Melaka lagi dikesempatan yang berbeda... Amin.. [MF Abdullah]
- - - -
Oleh: @QueeNerva
“Lagi?!?” itu ucap teman saya sambil geleng kepala ketika saya keceplosan cerita tentang rencana saya akhir minggu ini. Ekspresi, yang entah heran, takjub atau tidak habis pikir, itu mungkin dikarenakan ini bearti sudah yang ketiga kalinya saya mengunjungi kota itu. Meskipun sebenarnya, perjalanan yang ketiga ini lebih dikarenakan kecelakaan kecil ketika iseng-iseng mencoba debit card baru saya. Itu sebabnya perjalanan kali ini benar-benar hanya 2 hari 1 malam di akhir pekan. Dan agenda utamanya adalah mengambil kembali pouch HP abu-abu saya yang tertinggal di sana April lalu, di kunjungan kedua saya. “Segitunya sama pouch HP?” mungkin itu yang terpikir. Masalahnya, di pouch HP itu ada EzLink card (kartu transport Singapore) yang berisi S$50. Agenda yang cukup masuk akal dong?
Gunung Kinabalu dari seberang National Park

Jesselton, atau lebih popular sekarang dengan nama Kota Kinabalu, merupakan ibukota Negara bagian Sabah, Malaysia. Terletak di tepi laut China Selatan dan sekaligus di kaki gunung Kinabalu, kota ini memberikan pengalaman 2 in 1 kepada para turis yang mengunjunginya. Tidak perlu arguing dengan saya bahwa Indonesia juga punya banyak tempat 2 in 1 seperti itu. Bahkan tidak perlu jauh-jauh, kota kelahiran saya juga terletak di tepi laut Jawa, selemparan batu dari Karimun Jawa, dan di kaki gunung Muria. Yang jadi masalah, serpihan-serpihan surga yang ditata rapi olehNya di Indonesia sangat mustahil untuk dikunjungi dalam rangka menghabiskan akhir pekan. Dan dengan budget backpacker pula. Maka Kota Kinabalu adalah tujuan penerbangan paling ideal dan masuk akal untuk menghabiskan akhir pekan memandang matahari tenggelam di pelukan laut lepas dan terbit dari rengkuh pegunungan.

How to get there ?

Dari Jakarta, sejak beberapa tahun yang lalu Airasia membuka rute penerbangan langsung ke Kinabalu. Sedangkan dari Singapore, terhitung semua maskapai low budget mempunyai penerbangan langsung ke Kinabalu. Sebut saja Airasia, Jetstar, dan Tiger Airways. Jika ingin pengalaman yang berbeda atau sekedar “hitung-hitungan lebih murah mana”, dari Singapore ada pilihan lain yakni terbang dari Johor Bahru. Mengapa lebih murah? Karena hanya dengan menambah MYR 8 untuk shuttle bus dari Kota Raya II terminal ke Senai Airport, kita bisa menekan harga tax bandara Changi yang luar biasa mahal itu. Tapi tentu saja sebagai gantinya kita harus menyiapkan lebih banyak waktu dan tidak bisa menikmati kemewahan Changi.

Kota Kinabalu International Airport (BKI) terletak 8 km sebelah barat pusat kota. Bandara ini mempunyai 2 terminal yang tidak terhubung satu sama lain. Jadi pastikan di terminal mana pesawat akan mendarat atau berangkat. Jarak antar terminal sendiri dengan menggunakan taksi sekitar 10-15 menit.

Terminal 1, berdasarkan Wikipedia, terletak di Kepayan area, dan bisa diakses dari jalan Kepayan, Jalan Lintas dan Jalan Puputan. Terminal ini digunakan oleh sebagian besar maskapai, termasuk Jetstar. Untuk menuju ke kota, terdapat shuttle bus dengan frekuensi keberangkatan setiap jam dengan tujuan akhir Terminal Wawasan. Masih berdasar Wikipedia, dari airport ke Kota Kinabalu bisa juga menggunakan minibus no.17 (KK-Putatan). Minibus ini bisa kita temui sepanjang jalan utama menuju bandara. Pilihan lain bisa mengunakan taksi dengan ongkos sekitar MYR 30 (as per Juli 2010). Atau pilihan lain adalah jalan kaki selama kurang lebih 1-2 jam.
Borneo Beachouse
Katanya sudah 2 kali ke KK, kenapa based on Wikipedia? Karena kesemua penerbangan saya ke Kinabalu selalu berakhir di Terminal 2. Entah menggunakan Airasia maupun Tigerairways. Terminal 2 terletak di wilayah Tanjung Aru, tepatnya di jalan Mat Saleh. Hanya berjarak 100 meter dari jalan Mat Saleh, mempermudah penumpang yang turun di terminal ini untuk mencegat minibus (KK – Tj. Aru) ke arah kota. Atau, karena minibus ini tidak beroperasi malam hari, untuk menghemat budget, menginap di area Tanjung Aru bisa menjadi pilihan. Borneo Beachouse yang terletak di jalan Mat Saleh, 8 menit jalan kaki dari gedung terminal, menjadi hostel favorit saya. Atau untuk yang berkantong lebih, bisa memilih Shangri-La's Resort and Spa yang terletak tepat di pinggir laut Tanjung Aru.

Dari Terminal Wawasan, terminal utama semua bus antar kota yang beada di sebelah barat Kinabalu, tersedia bis kota cukup nyaman yang bisa digunakan untuk berkeliling Kota Kinabalu.

Thing to do

Pusat Kota KInabalu sendiri relative kecil untuk ukuran kota besar menurut saya. Jika kita ukur dari Terminal Wawasan ke Jesselton Ferry Terminal, pusat kota ini memanjang tidak lebih dari 2 km. Sedangkan lebarnya yang hanya sekitar 500 m membuat kita bisa melihat dermaga dari bukit di sisi lainnya. Tentu saja ini hanya pusat kotanya saja, karena luas sesungguhnya dari Kota Kinabalu mencapai 351km2.

Dengan luas pusat kota yang tidak seberapa, kota ini bisa kita kelilingi dengan jalan kaki hanya dalam 1-2 jam. Berjalan kaki di kota ini cukup menyenangkan, karena selain banyak taman di tengah tengah kota, laju kendaraan juga tidak terlalu kencang, kecuali di express way yang terletak di selatan kota. Bahkan di beberapa ruas jalan, yang kebanyakan 1 arah, lebih banyak mobil parkir. Berjalan di sisi barat kota menjadi pengalaman sendiri karena jalanan akan langsung berbatasan dengan laut. Atau jika malas berjalan kaki, naik bis kota dengan tarif 50 cent bisa menjadi pilihan.

Di seputaran kota sendiri ada beberapa spot yang rencananya akan saya kunjungi kali ini:

1.  Kinabalu City Mosque
Masjid ini selalu saya lewati ketika dalam perjalanan dari dan ke Kinabalu National Park. Tapi tidak pernah berkesempatan berhenti dari kendaraan dan mengunjunginya. Terletak sekitar 3 km sebelah timur laut dari pusat kota juga yang membuat akses ke masjid ini relative cukup sulit. Keunikan masjid, yang mempunyai kubah dengan warna dominan biru, ini adalah arsitektur bangunannya yang dibangun diatas air.

2.  Signal Hill Observatory Platform
Berada di puncak bukit, Signal Hill Observatory Platform adalah point tertinggi di Kota Kinabalu. Dari sana kita bisa melihat seluruh penjuru kota dan pemandangan jajaran kepulauan di Taman Nasional Tengku Abdul Rahman. Mencapai tempat ini tidak sulit, bahkan jika kita menginap di Jalan Gaya, bukit ini terlihat dari depan penginapan.

3.  Akitson Clock Tower
Akitson clock tower merupakan menara jam yang berada di atas bukit tepat di atas Kota Kinabalu. Menara ini cukup noticeable untuk dilihat dari kejauhan. Menara jam ini memang tidak istimewa, tapi berfoto di depan menara jam ini dalam perjalanan ke Signal Hill Observatory Platform tentu tidak bisa dilewatkan.

4. Sunday Market di Jalan Gaya
Ini juga aktifitas local yang selalu terlewatkan oleh saya, pertama karena waktu itu saya camping di pulau dan tidak mungkin balik ke kota pagi-pagi, dan yang kedua kalinya karena justru saya harus mengejar pesawat pagi ke KL..

5. KK Esplanade
Pertama kali baca KK Esplanade, yang terbayang di benak saya adalah dome besar berduri-duri, yang tentu saja salah. KK Esplanade adalah anjungan di pinggir pantai yang terletak tepat di tengah-tengah kota Kinabalu. Bisa dibilang kalau ke KK kita akan selalu melewati tempat ini. Sekedar tips, tempat ini sangat tidak cocok dikunjungi siang hari karena tidak ada tempat berteduh atau sekadar pohon perindang. Menikmati sunset sambil duduk-duduk di beberapa bangku kayu yang disediakan atau berfoto dengan latar patung-patung ikan di sana bisa menjadi pilihan mengakhiri hari.

 Tempat lain yang biasanya menjadi tujuan para pelancong di KK adalah Taman Nasional Gunung Kinabalu dan Taman Nasional Tengku Abdul Rahman. Gunung Kinabalu sendiri terletak 80km sebelah tenggara KK. Untuk ke sana bisa menggunakan bus ke arah Ranau atau Kundasang dari terminal bus jarak jauh di jalan Tengku Abdul Rahman di bagian selatan kota. Perjalanan dengan tarif MYR 15-20 ini akan ditempuh selama 2 jam. 

Akifitas paling popular di Gunung Kinabalu tentu saja trekking ke puncak. Diperlukan ijin dan booking penginapan di Sutera Santuary Lodge untuk bisa mendaki gunung ini. Info terakhir menyebutkan bahwa sekurang-kurangnya pendaki harus menginap 2 malam di atas yang berarti harus menghabiskan waktu 3 hari 2 malam di atas. Atau bisa juga 2 hari 1 malam dengan syarat pemesanan minimal 6 bulan sebelumnya. Pemesanan langsung di tempat ini terbilang cukup sulit, meskipun bukan tidak mungkin karena begitu tanggal pemesanan dibuka, banyak travel agent, yang tentunya mendapat porsi lebih, langsung berebut memesan. Opsi lain jika memang ingin mendaki tapi memutuskan untuk tidak menginap di atas adalah one day climbing. Di sini syarat yang ditentukan adalah pendaki harus sudah memesan sehari sebelumnya, dan berada di Kinabalu Park untuk registrasi ulang di ranger station pada sekurang-kurangnya jam 9 pagi di hari pendakian. Dan harus kembali ke ranger station pada pukul 5 sore. Biasanya pendaki yang berniat melakukan one day climbing menginap di bungalow yang banyak tersedia di sekiar nationa park. Masing-masing group pendaki akan didampingi oleh guide yang selain berfungsi sebagai penunjuk jalan, juga memastikan bahwa kita akan kembali turun sekitar pukul 1 siang baik sudah sampai di puncak maupun belum. Biaya untuk paket ini relative jauh lebih murah karena tidak perlu menginap, yaitu sekitar MYR 130, yang meliputi permit fee dan guide fee. Hanya saja paket ini masih tergantung pada ijin dari ranger, tergantung cuaca dan kondisi gunung di hari pendakian. 
 
View dari tenda @Mamutik

Jika tidak tertarik dengan pegunungan atau dikarenakan waktu yang terbatas, maka National Marine Park Tenku Abdul Rahman (TAR) bisa menjadi pilihan. TAR yang hanya berjarak seperlima lemparan batu dari KK ini bisa ditempuh dengan boat dari Jesselton Ferry Terminal selama kurang dari 15 menit. Selain dari Jesselton, yang berada di pusat kota Kinabalu, menuju TAR juga bisa dari pelabuhan Tanjung Aru. Pelabuhan ini sebetulnya merupakan bagian dari Shangri-La's Resort and Spa namun terbuka untuk umum. Hanya saja tiket ferry pulang pergi hampir 2 kali lipat dibandingkan dengan Jesselton. Kepulauan ini terdiri dari 5 pulau, Pulau Gaya, sebagai pulau terbesar, P. Manukan, P.Mamutik, P.Sapi, dan P.Sulug. Tidak hanya untuk sunbathing, jajaran kepulauan ini juga cukup nyaman untuk snorkeling. Meskipun coral-coralnya tidak terlalu beragam, tapi ikan-ikan jinak warna-warni sebesar telapak tangan yang berenang-renang sampai ke tepian pantai menjadi hiburan tersendiri. Jika ingin mendapatkan pengalaman sedikit berbeda bisa juga memutuskan untuk camping di salah satu pulau tersebut. Ada banyak penyewaan tenda, snorkeling gear di pelabuhan maupun di pulau itu sendiri.
Senja di Fish Market
Untuk penggemar seafood, menikmati seafood segar yang baru saja dibakar di Fish Market sambil ditemani matahari senja yang masuk ke peraduan bisa juga menjadi pilihan. Pasar ikan terletak di sepanjang pantai di jalan Tun Fuad Stephen.
Sok tahu di Kinabalu
         
Bicara Kinabalu adalah bicara kota yang mengingatkan saya bahwa kadang sifat sok tahu saya sudah ada di ambang batas atas toleransi. Sedikit lagi out of spec kalau orang QA bilang. Bahwa kadang saya tidak sadar kalau saya sudah sok tahu itu bukan berita baru. Seperti kala itu ketika kedua kalinya mendarat di terminal 2. Saya yang tahu persis jalan dari terminal 2 ke hostel yang kami pesan di Tanjung Aru kala itu langsung mengajak teman saya jalan kaki ke hostel. Kala itu malam sudah cukup larut, pukul 10 seingat saya. Baru beberapa meter jalan tiba-tiba sebuah mobil sedan melambat di sebelah saya. Jendela sisi penumpang terbuka menampilkan wajah seorang pemuda yang kemudian bertanya, “Maaf, tahu Beach Hotel kat mana?”

         Dengan penuh sok tahu saya memberikan direction ke arah Beach Hotel. Tiba-tiba tebersit ide gila di otak saya, karena kebetulan kami juga hendak menuju nama hotel yang sama. “Boleh tumpang tak? Saya juga nak ke sana.”. Setelah ragu beberapa saat akhirnya pengemudi mobil menyilakan kami berdua masuk ke mobil.

“Menginap di sana juga? Mahal kan ya?” tanya salah satu dari mereka.
“Ah, enggak kok. Murah tu, namanya juga backpacker hostel”
“Hah? Beach Hotel kan?”
“Iya, Beach Hotel di Tanjung Aru kan?” mulai ngerasa ada yang salah. “Nah itu yang sebelah kanan. Lurus aja trus ambil U turn di depan” sambung saya sambil menjelaskan. Karena bangunan tujuan kami memang sudah dekat. Tak lama kemudian sampailah kami di depan hostel yang kami pesan

“Oke, nah ini kan yang dimaksud Beach ..” seketika kata-kata saya menggantung demi melihat papan nama hostel kami “Borneo Beachouse”. “Sh*t”, umpat saya dalam hati, “Duh…maaf sekali…saya pikir..duhh..sorry yaa…”
Dua orang yang “terpaksa” mengantar kami sampai depan penginapan itu hanya geleng-geleng sambil mengucap “It’s OK”.

Saya yang sudah tidak bisa bilang apa-apa lagi segera keluar mobil dengan menahan malu, “Well, thanks tumpangannya anyway” dan segera mengikuti teman saya yang sudah terlebih dahulu berjalan ke dalam hostel tanpa menoleh ke belakang lagi.
          
Masih soal sok tahu, masih di kunjungan kedua juga tapi sayangnnya kali ini tidak membuat keuntungan di pihak saya. Hari itu saya punya penerbangan pagi ke KL dari Kinabalu. Maka atas alasan  kepraktisan saya menginap di hostel yang sama di dekat bandara tersebut. Penerbangan saya pukul 7.45 pagi. Berbekal hitungan selama ini menginap di BorneoBeachouse, 10 menit adalah waktu paling lama yang saya butuhkan untuk mencapai counter checkin dari tempat tidur saya. Pagi itu saya putuskan berangkat lebih awal, agar benar-benar bisa menikmati udara segar pagi hari Tanjung Aru dalam perjalanan. Pukul 6.45 saya sudah meninggalkan kamar. Berjalan santai, kurang dari pukul 7 saya sudah sampai di counter check in. Counter Airasia tampak lenggang saat itu.

“Good morning, flight to Kuala Lumpur please” kataku segera kepada petugas yang sedang menjaga counter.
“Sorry Mam, it closed already”
“Hah? Not possible. It’s still more than 45 minutes. My flight is 7.45”
“No flight at that time Mam”
“But Sir, that must be a mistake, I do remember my flight is 7.45. And I still have 45 minutes” saya yang merasa benar tidak mau kalah.
“Mam, may I see your itinerary?”
“I..ok wait..” saya bukan orang yang hobi mencetak itinerary tiket penerbangan, tapi untungnya saya selalu menyimpan copi filenya dalam HP. “No way..” pikir saya demi melihat itinerary yang menyatakan bahwa penerbangan saya ternyata pukul 7.25.

“Sorry…really sorry. I thought my flight was 7.45” saya benar-benar tidak bisa berkata-kata lagi untuk membuat pembelaan diri yang lebih baik kala itu. Yang terfikir hanyalah bahwa saya ketinggalan pesawat dan harus membeli tiket lagi.

“Actually, from where you got that idea, hah?”
“Err…my head.”

”....” gantian petugasnya yang speechless dan akhirnya dengan muka putus asa mengijinkan saya check in. Yihaaa...!!! ^^' [Queenerva]
- - -
 Tas Punggung Story (bagian 2)
 Oleh: @zavitto
 

Mata sudah kiyep kiyep pas ada telpon berdering…

‘AMIE’  memanggil di Hape Nokia yang memang cukup lantang suaranya itu….kriiiing…kriiiing……

Bak Amie’s Angel, saya langsung berlari ngambil kostum pahlawan dan mengangkat telpon sambil melebar-lebarkan mata yang sudah 5 watt..

“Ada promo ke Saigon za…beli yuk, buat bulan Maret, pas ga banyak kerjaan tuh”

Sambil menggrepe-grepe tombol power di PC, saya langsung membiarkan kipas prosesor berputar lagi untuk mengantarkan saya ke web AirAsia. Si setan merah yang punya kans menguras tabungan gaji itu…

Welcome to AirAsia. Klik sekali…klik dua..tiga..empat akhirnya sampailah saya ke ‘Jakarta – Saigon’ dengan nominal 409 ribu rupiah.

Amie masih hold di telefon ketika saya mengabarkan “Iya, besok dibeli yaaa”

Klik…telefon mati dan sayapun lanjut tidur masih dengan kostum pahlawan berjubah biru doreng itu.

*****

Di kantor, begitu buka laptop, saya langsung ngecek lagi web yang semalam memampangkan harga 409 ribu itu dan taraaaa…. siyok melihatnya karena akhirnya harga tiket jadi 559 ribu pagi itu. Inflasi yang cukup menohok bagi rupiah tercinta.

Ya karena sudah niat dan sudah merasa kepalang urung mau dibatalkan setelah gangguan tidur di antara mimpi indah itu, akhirnya dengan beberapa kali klik dengan kartu kredit karatan karena jarang dipakai itu, terpesanlah tiket kami..

Saya menelefon radith, mencoba jadi setan siapa tau pria klimis berjambul tapi tanpa paspor itu mau ikut. Tak disangka radith langsung menyetujui ajakan saya ke Saigon walau dia tanpa paspor di tangan.

Hari-hari saya di kantor berikutnya dipenuhi dengan urusan paspor Radith yang dengan kilat langsung mengambil formulir aplikasi *background: tawa jahat Amie di telpon*

Dan beruntungnya Radith, dia mendapatkan harga 509 ribu justru karena issued tiket belakangan. Yah, itupun masih dengan pulsa yang tersedot karena saya salah menuliskan namanya yang sebenarnya gampang itu. Beberapa kali saya menelefon AirAsia untuk make sure bahwa tiketnya sah walau namanya beda sedikit tanpa selametan bubur merah putih.

Masa cuma bertiga ya? mcm noni-noni belanda dikawal dua cowo (yang alhamdulilah) ganteng selama perjalanan darat dari Saigon ke Kuala Lumpur.

Karena kekhawatiran anggapan orang itu kemudian saya membuka treat di salah satu situs jalan-jalan yang sedang populer. “Ngegembel (asli) di Indochina” Cuih…judul yang dramatis walau agak ndeso. Tapi justru saya mendapatkan 150an reply-an dari orang-orang di seluruh Indonesia untuk ikut serta dalam trip ini.

Mula-mula ada Wisnu, Arif, si dokter dari Malaysia, George yang kemudian membawa dua teman brondongnya, Trus kemudian beberapa teman saya yang saya beri woro-woro lewat aplikasi messenger juga turut serta. Reni, teman baik saya, kemudian juga mas Budi yang mengajak teman kantornya mba Yusni dari Batam, trus kemudian ada lagi teman Wisnu yang baru saya kenal itu juga minat untuk ikut, dan terakhir Lia yang dengan dramatisnya bilang “Ok, I’m in!” di hari-hari menjelang keberangkatan.

Tiga belas orang akhirnya turut serta dalam trip rame-rame kami menjelajahi Indochina. Apaaa?? Tiga Belas??

Saya agak phobia dengan angka 13. apalagi 13 orang yang bakal bergerombol dengan beberapa orang menasbihkan saya jadi ketua tim, termasuk untuk urusan izin ke orang tuanya. Hahahahaha…

Oke, jadi, itinerary fix nih ya, saya mulai woro-woro lewat email ke orang-orang baru yang saya kenal itu. Sistemnya on-off, saya membuat itinerary perjalanan untuk saya sendiri dan kalau mau misah atau bertemu lagi di suatu spot silakan.

Pertanyaan kemudian banyak muncul “Kalo begini bagaimana, kalo begitu bagaimana” whaaaini. Saya bekerja, mengejar target dan saya malah justru jadi operator seluler yang menerima komplain dari para backpacker (yang sebagian ternyata gadungan).

“Aduh, aku ga bisa kalau ga pake AC, bisa gak hotel di Siem Reap yang ada ACnya?”

“Asalamualaikum Reza, saya mau nanya, nanti habis berapa ya kira-kira” dan saya jawab “4 juta untuk dua minggu” eh, beliau reply lagi “rinciannya bagaimana ya?” (-__-“)

Belum lagi ada pertanyaan “Nanti ada panti pijat plus-plus gak?” Nah, ini nih…!!

Singkat cerita akhirnya saya membuat rincian itinerary perjalanan, beserta jamnya, naek bus apa, pilihan hotelnya, alternatifnya, budgetnya untuk memuaskan hasrat ingin tahu dari mas-mas mbak-mbak peserta playgroup tour de Indochina itu. Pertanyaan kemudian menurun drastis ketika saya mengirimkan itu ke email mereka. Trust me, emailing them will works! *begaya pria dengan perut kotak-kotak *

Saya menyempatkan diri untuk bertemu tim yang akan berangkat dari Jogja. George dengan dua temannya, Radith, dan Reni. Kami bertemu di KFC sambil anjangsana-sini dan tanpa terasa dua ayam  yang saya pesan habis sempurna.

Sementara itu, di grup BBM yang tadinya cuma berisi 6 orang akhirnya ketambahan banyak orang, terutama dari treat saya di situs yang saya sebutkan tadi.

*****

Tak terasa hari keberangkatan telah tiba. Dengan naik bus Ramayana tujuan Bogor, saya dan Radith meninggalkan Jogja. Saya sengaja untuk menginap semalam sebelum keberangkatan untuk kopi Darat grup Taspunggung yang sudah mulai ramai orang itu. Saat itu adalah tanggal 18 Maret 2012 dan kemudian menjadi hari jadi grup ini… [Zavitto]

- - -
Bagaimana Tas Punggung Bermula ?
Oleh: @zavitto
Biang keladi kegemaran saya ngecap paspor adalah sebut saja tas punggung. Kelompok yang cair ini selalu keluar masuk orang baru dan orang yang raib takberbekas karena sudah bosan dengan dunia nomaden yang tiap malam melotot cari tiket murah dan tiap bulan sekali selalu ngecap paspor entah kemana.

Amie adalah teman pertama saya cikal bakal tas punggung terbentuk. Ibu pejabat sekaligus wanita karir ini selalu masih saja nyempetin mau disetanin pas kemanapun saya mau pergi.

“Asal weekend gw mau deh zaaa, gw ga mau lagi cuti, bos gw udah ngomel ngomel mulu ni gw pergi mulu….” itu celotehnya di BBM yang berlanjut dengan trip kami yang memang mulainya dari weekend dan berakhir di weekend dua minggu setelahnya alias 2 minggu liburan..

Liburan pertama kami adalah tahun baruan ke Sarangan. Sarangan yang indah itu adalah nama obyek wisata di kaki gunung Lawu. Sebuah telaga indah dikelilingi puluhan hotel dan resort saat itu bertekuk lutut pada banyaknya pendatang yang ingin menghabiskan tahun baru disana.

“Pokoknya gw harus pergi tahun baruan ini, ga boleh dirumah” Amie mulai ngomel-ngomel ala ibu-ibu di acara masak memasak di televisi. Dan jadilah kami berangkat berdelapan menyewa satu mobil dengan teman-teman saya yang menjadi teman-teman baruannya Amie.

Kali ketiga Amie berkunjung ke Yogyakarta adalah ketika saya sedang benar-benar disibukkan oleh pekerjaan saya. Saya meminta tolong kepada seorang bankir sukses, Radith yang saat itu memang sedang masa-masanya dia bekerja di luar kantornya untuk menjadi guide dadakan untuk Amie selama jam kantor saya. Cowok satu ini selalu berpenampilan kelimis dengan jambul menjulang tinggi seperti ombak di parangtritis.

Dia menjemput Amie yang saat itu saya bawa ke kantor karena saya tidak bisa meninggalkan pekerjaan. Radith menjemput dengan menggunakan motor honda kesayangannya dan tak diduga-duga mereka memilih Gembira-Loka untuk one day trip hari itu.

“Zaaa…ini Radith masa malah minta difotoin muluuu…tiap 15 meter dia berhenti minta foto..!!!”

Yess….jiwa narsis Radith yang tinggi membuat ratusan foto di hapenya adalah foto mukanya dalam berbagai pose. Bakat preman dari pekerjaan sampingannya sebagai debt-collector dikalahkan oleh jiwa berbunga-bunga ketika melihat lensa kamera, kamera hape, kamera poket, kamera SLR, lomo dan lain sebagainya..

Jadilah kami bertiga berteman akrab dengan segala guyonan melalui aplikasi blackberry messenger sebagai media kami berkomunikasi.

Suatu saat ketika kami sedang sibuk bekerja masing masing, sebuah invitasi dari blackberry group yang dibuat oleh Amie inilah yang kemudian kami beri nama taspunggung. Tidak lupa tagline pertama kami: jalan suka-suka dibubuhkan di bawah nama group yang kemudian menjadi group blackberry yang sampai sekarang tidak ada matinya.

Selama berbulan-bulan pertama group gak jelas ini menjadi salah satu group dengan penghuni tiga orang saja namun tidak pernah sepi dari celotehan kami menertawakan hidup, menjadi ajang ngrasani bos yang killer, atau bos yang tidak mau tahu urusan bawahannya hingga gosip dari artis muda ternama di Indonesia macam Suzanna atau Julia Perez.

Pemegang Kunci masih tetap hanya satu, Amie dengan dua anggota di dalamnya. Saat itu bahkan kami tidak membahas hunting tiket murah, atau pergi ke sana atau kesinilah. Hanya teriakan “Kami butuh liburan..!!” yang selalu nongol dari salah satu dari kami dan yang lain hanya menimpali “Yuuukk…!!” tanpa ada tindak lanjut.

Suatu saat ketika pekerjaan saya sudah mencapai masa surutnya, kartu kredit saya yang selalu nganggur ini mulai saya lirik dari dompet saya. “Kemana lagi kita?” dan sayapun mulai lirik-lirik website maskapai murah seperti Tiger, Cebu atau AirAsia dan menemukan beberapa tiket murah, saya ingin mengulang perjalanan saya menjelajahi IndoChina yang telah saya lakukan sebelumnya namun tidak solo-trip seperti sebelumnya. Saya ajaklah Amie dan Radith untuk ikut serta dengan jawaban mantap mereka “ayoook!!”

Tidak ketinggalan saya mengajak Indra dan Clara, teman yang saya ketemu pas perjalanan saya ke Vietnam sebelumnya. Namun kesibukan Clara kuliah dan Indra bekerja membuat mereka tidak dapat turut serta. Indra yang berkenalan dengan Eki karena mereka satu pesawat di Vietnam, justru mengenalkan Eki kepada kami. Jadilah Eki saya masukkan ke grup taspunggung dan justru menyeret Indra dan Clara juga masuk ke dalamnya.

Saat itulah grup mulai ‘sedikit’ ramai dengan hal-hal yang berbau tiket dan perjalanan dan jadilah grup ini menjadi semacam grup jalan-jalan… [Zavitto]


- - -